Minggu, 04 Oktober 2020

BAB 1 AL-QUR'AN SEBAGAI PEDOMAN HIDUP peta konsep A. Pentingnya Mengimani Kitab-Kitab Allah Swt. Iman kepada kitab Allah Swt. artinya meyakini sepenuh hati bahwa Allah Swt. telah menurunkan kitab kepada nabi atau rasul yang berisi wahyu untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia. Di dalam al-Qur’ān disebutkan bahwa ada 4 kitab Allah Swt. yang diturunkan kepada para nabi-Nya, yaitu; Taurāt diturunkan kepada Nabi Musa as., Zabūr kepada Nabi Daud as., Injil kepada Nabi Isa as., dan al-Qur’ān kepada Nabi Muhammad saw. Firman Allah Swt dalam QS. Al-Maidah/5:48 : Kitab-kitab yang dimaksud pada ayat di atas adalah kitab yang berisi peraturan, ketentuan, perintah, dan larangan yang dijadikan pedoman bagi umat manusia. Semua kitab tersebut berisi ajaran pokok yang sama, yaitu ajaran meng-esa-kan Allah (tauhid). B. Pengertian Kitab dan Ṡuḥuf Kitab merupakan wahyu Allah Swt. yang disampaikan kepada para rasul untuk disampaikan kepada manusia sebagai petunjuk dan pedoman hidup. Perbedaan antara kitab dan ṡuḥuf bisa dilihat pada tabel berikut. Di dalam al-Qur’ān disebutkan adanya ṡuḥuf yang dimiliki Nabi Musa as. dan Nabi Ibrahimas.Perhatikan firman Allah Swt. berikut ini: C. Kitab-Kitab Allah Swt. dan Para Penerimanya 1. Kitab Taurāt Kata taurat berasal dari bahasa Ibrani (thora: instruksi). Kitab Taurāt adalah salah satu kitab suci yang diwahyukan Allah Swt. kepada Nabi Musa as. untuk menjadi petunjuk dan bimbingan baginya dan bagi Bani Israil. Firman Allah Swt: Taurāt merupakan salah satu dari tiga komponen (Thora, Nabin, dan Khetubin) yang terdapat dalam kitab suci agama Yahudi yang disebut Biblia (al-Kitab), yang belakangan oleh orang-orang Kristen disebut Old Testament (Perjanjian Lama). Isi pokok Kitab Taurāt dikenal dengan Sepuluh Hukum (Ten Commandements) atau Sepuluh Firman yang diterima Nabi Musa as. di atas Bukit Tursina (Gunung Sinai). Sepuluh Hukum tersebut berisi asas-asas keyakinan (akidah) dan asas-asas kebaktian (syar³'ah), seperti berikut. 1. Hormati dan cintai Allah satu saja, 2. Sebutkan nama Allah dengan hormat, 3. Kuduskan hari Tuhan (hari ke-7 atau hari Sabtu), 4. Hormati ibu bapakmu, 5. Jangan membunuh, 6. Jangan berbuat cabul, 7. Jangan mencuri, 8. Jangan berdusta, 9. Jangan ingin berbuat cabul, 10. Jangan ingin memiliki barang orang lain dengan cara yang tidak halal. 2. Kitab Zabūr Kata zabur (bentuk jamaknya zubūr) berasal dari zabara-yazburu-zabr yang berarti menulis. Makna aslinya adalah kitab yang tertulis. Zabūr dalam bahasa Arab dikenal dengan sebutan mazmūr (jamaknya mazāmir), dan dalam bahasa Ibrani disebut mizmar, yaitu nyanyian rohani yang dianggap suci. Sebagian ulama menyebutnya Mazmūr, yaitu salah satu kitab suci yang diturunkan sebelum al-Qur’ān (selain Taurāt dan Injil ). Dalam bahasa Ibrani, istilah zabur berasal dari kata zimra, yang berarti “lagu atau musik”, zamir (lagu) dan mizmor (mazmur), merupakan pengembangan dari kata zamar, artinya “nyanyi, nyanyian pujian”. Zabūr adalah kitab suci yang diturunkan Allah Swt. kepada kaum Bani Israil melalui utusannya yang bernama Nabi Daud as. Ayat yang menegaskan keberadaan Kitab Zabūr antara lain: Kitab Zabūr berisi kumpulan ayat-ayat yang dianggap suci. Ada 150 surah dalam Kitab Zabūr yang tidak mengandung hukum-hukum, tetapi hanya berisi nasihat-nasihat, hikmah, pujian, dan sanjungan kepada Allah Swt. Secara garis besar, nyanyian rohani yang disenandungkan oleh Nabi Daud as. dalam Kitab Zabūr terdiri atas lima macam: 1. nyanyian untuk memuji Tuhan (liturgi), 2. nyanyian perorangan sebagai ucapan syukur, 3. ratapan-ratapan jamaah, 4. ratapan dan doa individu, dan 5. nyanyian untuk raja. Nyanyian pujian dalam Kitab Zabūr (Mazmur: 146) antara lain: 1. Besarkanlah olehmu akan Tuhan hai jiwaku, pujilah Tuhan. 2. Maka aku akan memuji Tuhan. seumur hidupku, dan aku akan nyanyi pujian-pujian kepada Tuhanku selama aku ada. 3. Janganlah kamu percaya pada raja-raja atau anak-anak Adam yang tiada mempunyai pertolongan. 4. Maka putuslah nyawanya dan kembalilah ia kepada tanah asalnya dan pada hari itu hilanglah segala daya upayanya. 5. Maka berbahagialah orang yang memperoleh Ya’qub sebagai penolongnya dan yang menaruh harap kepada Tuhan. 6. Yang menjadikan langit, bumi dan laut serta segala isinya, dan yang menaruh setia sampai selamanya. 7. Yang membela orang yang teraniaya dan yang memberi makan orang yang lapar. Bahwa Tuhan membuka rantai orang yang terpenjara. 3. Kitab Injil Kitab Injil diwahyukan oleh Allah Swt. kepada Nabi Isa as. Kitab Injil yang asli memuat keterangan-keterangan yang benar dan nyata, yaitu perintah-perintah Allah Swt. agar manusia meng-esa-kan dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apa pun. Ada pula penjelasan, bahwa di dalam Kitab Injil terdapat keterangan bahwa di akhir zaman akan lahir nabi yang terakhir dan penutup para nabi dan rasul, yaitu bernama Ahmad atau Muhammad saw. Kitab Injil diturunkan kepada Nabi Isa as. sebagai petunjuk dan cahaya penerang bagi manusia. Kitab Injil sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’ān, bahwa Isa as. untuk mengajarkan tauhid kepada umatnya atau pengikutnya. Tauhid di sini artinya meng-esa-kan Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Penjelasan ini tertulis dalam Q.S. al-Ḥadid /57: 27. Kitab Injil yang sekarang memuat tulisan dan catatan perihal kehidupan atau sejarah hidupnya Nabi Isa as. Kitab ini ditulis menurut versi penulisnya, yaitu Matius, Markus, Lukas, dan Yahya (Yohana). Mereka adalah bukan dari orang-orang yang dekat dengan masa hidupnya Nabi Isa as. Sejarah mencatat sebenarnya masih ada lagi Kitab Injil versi Barnaba. Isi dari Injil Barnaba ini sangat berbeda dengn isi Kitab Injil empat macam yang tersebut di atas. 4. Kitab al-Qur’ān Al-Qur’ān diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. melalui Malaikat Jibril. Al-Qur’ān diturunkan tidak sekaligus, melainkan secara berangsurangsur. Waktu turun al-Qur’ān selama kurang lebih 23 tahun atau tepatnya 22 tahun 2 bulan 22 hari. Terdiri atas 30 juz, 114 surat, 6.236 ayat, 74.437 kalimat, dan 325.345 huruf. Wahyu pertama adalah surah al-‘Alaq ayat 1-5, diturunkan pada malam 17 Ramaḍan tahun 610 M. di Gua Hira, ketika Nabi Muhammad saw. sedang ber-khalwat. Dengan diterimanya wahyu pertama ini, Nabi Muhammad saw. diangkat sebagai Rasul, yaitu manusia pilihan Allah Swt. yang diberi wahyu untuk disampaikan kepada umatnya. Mulai saat itu, Rasulullah saw. diberi tugas oleh Allah Swt. untuk menyampaikan risalah-Nya kepada seluruh umat manusia. Wahyu yang terakhir turun adalah Q.S. al-Māidah ayat 3. Ayat tersebut turun pada tanggal 9 Ḍulhijjah tahun 10 Hijriyah di Padang Arafah, ketika itu beliau sedang menunaikan haji wada’ (haji perpisahan). Beberapa hari sesudah menerima wahyu tersebut, Nabi Muhammad saw. wafat. Al-Qur’ān yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. menghapus sebagian syariat yang tertera dalam kitab-kitab terdahulu dan melengkapinya dengan tuntunan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Al-Qur’ān merupakan kitab suci terlengkap dan berlaku bagi semua umat manusia sampai akhir zaman. Oleh karena itu, sebagai muslim, kita tidak perlu meragukannya sama sekali. Firman Allah Swt.: Artinya: “Kitab (al-Qur’ān) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (Q.S. al-Baqarah/2: 2) 5. Nama-Nama Lain al-Qur’ān a. Al-Hudā, artinya al-Qur’ān sebagai petunjuk seluruh umat manusia. b. Al-Furqān, artinya al-Qur’ān sebagai pembeda antara yang baik dan buruk. c. Asy-Syifā', artinya al-Qur’ān sebagai penawar (obat penenang hati). d. Aż-Żikr, artinya al-Qur’ān sebagai peringatan adanya ancaman dan balasan. e. Al-Kitāb, artinya al-Qur’ānadalahfirmanAllahSwt.yangdibukukan. 6. Isi al-Qur’ān a. Aqidah atau keimanan. b. 'Ibādah, baik 'ibādah maḥḍah maupun gairu maḥḍah. c. Akhlaq seorang hamba kepada Khāliq, kepada sesama manusia dan alam sekitarnya. d. Mu’āmalah, yaitu hubungan manusia dengan sesama manusia. e. Qiṡṡah, yaitu cerita nabi dan rasul, orang-orang saleh, dan orang-orang yang ingkar. f. Semangat mengembangkan ilmu pengetahuan. 7. Keistimewaan al-Qur’ān a. Sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa b. Sebagai informasi kepada setiap umat bahwa nabi dan rasul terdahulu mempunyai syariat (aturan) dan caranya masing-masing dalam menyembah Allah Swt. c. Al-Qur’ān sebagai kitab suci terakhir dan terjamin keasliannya. d. Al-Qur’ān tidak dapat tertandingi oleh ide-ide manusia yang ingin menyimpangkannya. e. Membaca dan mempelajari isi al-Qur’ān merupakan ibadah. Bagi orang yang beriman kepada kitab-kitab Allah Swt., ia akan melakukan perilaku mulia sebagai berikut. 1. Meyakini bahwa kitab-kitab suci sebelum al-Qur’ān datang dari Allah Swt., tetapi akhirnya tidak murni lagi sebab dicampuradukkan dengan ide-ide manusia di zamannya. 2. Al-Qur’ān sudah dijaga kemurniannya oleh Allah Swt. sampai sekarang. Umat Islam juga sebagai penjaganya. 3. Menjadikan al-Qur’ān sebagai petunjuk dan pedoman hidup, dan tidak sekalikali berpedoman kepada selain al-Qur’ān. 4. Berusaha untuk membaca al-Qur’ān dalam segala kesempatan di kala suka maupun duka, kemudian belajar memahami arti dan isinya. 5. Berusaha untuk mengamalkan isi al-Qur’ān di dalam kehidupan sehari-hari, baik di waktu sempit maupun di waktu lapang. BAB 2 HIDUP NYAMAN DENGAN PERILAKU JUJUR A. Pentingnya Perilaku Jujur Jujur memiliki arti kesesuaian antara apa yang diucapkan atau diperbuat dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, dikatakan benar/jujur, tetapi kalau tidak, dikatakan dusta. Allah Swt. memerintahkan kepada kita untuk berlaku benar baik dalam perbuatan maupun ucapan,sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. at-Taubah/9: 119 Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar.” (Q.S. at-Taubah/9: 119) Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan. Kejujuran merupakan sifat seorang yang beriman, sedangkan lawannya, dusta, merupakan sifat orang yang munafik.Ciri-ciri orang munafik adalah dusta,ingkar janji, dan khianat, sebagaimana sabda Rasulullah saw. berikut ini: Ibnul Qayyim berkata, dasar iman adalah kejujuran (kebenaran), sedangkan dasar nifaq adalah kebohongan atau kedustaan. Tidak akan pernah bertemu antara kedustaan dan keimanan melainkan akan saling bertentangan satu sama lain. Allah Swt. menegaskan bahwa tidak ada yang bermanfaat bagi seorang hamba dan yang mampu menyelamatkannya dari azab, kecuali kejujurannya (kebenarannya). B. Keutamaan Perilaku Jujur Kejujuran merupakan akhlak mulia yang akan mengarahkan pemiliknya kepada kebajikan, sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Muhammad saw., Pemilik kejujuran memiliki kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat. Dengan kejujurannya, seorang hamba akan mencapai derajat orang-orang yang mulia dan selamat dari segala keburukan. Orang yang jujur akan dipermudah rezeki dan segala urusannya. Kejujuran berbuah kepercayaan. Jujur membuat hati kita tenang, sedangkan berbohong membat hati jadi was-was. C. Macam-Macam Kejujuran Menurut tempatnya, jujur itu ada beberapa macam, yaitu 1. Jujur dalam niat dan kehendak, yaitu motivasi bagi setiap gerak dan langkah seseorang dalam rangka menaati perintah Allah Swt. dan ingin mencapai riḍaNya. Jujur sesungguhnya berbeda dengan pura-pura jujur. Orang yang pura-pura jujur berarti tidak ikhlas dalam berbuat. 2. Jujur dalam ucapan, yaitu memberitakan sesuatu sesuai dengan realitas yang terjadi, kecuali untuk kemaslahatan yang dibenarkan dengan ikhlas oleh syari’at seperti dalam kondisi perang, mendamaikan dua orang yang bersengketa, dan semisalnya. Setiap hamba berkewajiban menjaga lisannya, yakni berbicara jujur dan dianjurkan menghindari kata-kata sindiran karena hal itu sepadan dengan kebohongan. 3. Jujur dalam perbuatan, yaitu seimbang antara lahiriah dan batiniah hingga tidaklah berbeda antara amal lahir dan amal batin. Jujur dalam perbuatan ini jugaberartimelaksanakansuatupekerjaansesuaidenganyangdiriḍaiAllah Swt. dan melaksanakannya secara terus-menerus dan ikhlas. Merealisasikan kejujuran, baik jujur dalam hati, jujur dalam perkataan, maupun jujur dalam perbuatan membutuhkan kesungguhan. Adakalanya kehendak untuk jujur itu lemah, adakalanya pula menjadi kuat. D. Petaka Kebohongan Kebohongan akan menghantarkan pelakunya tidak dipercaya lagi oleh orang lain. Ketika seseorang sudah berani menutupi kebenaran, bahkan menyelewengkan kebenaran untuk tujuan jahat, ia telah melakukan kebohongan. Kebohongan yang dilakukannya itu telah membawa kepada apa yang dikhianatinya itu. E. Hikmah Perilaku Jujur Beberapa hikmah yang dapat dipetik dari perilaku jujur, antara lain sebagai berikut. 1. Perasaan enak dan hati tenang, jujur akan membuat kita menjadi tenang, tidak takut akan diketahui kebohongannya karena memang tidak berbohong. 2. Mendapatkan kemudahan dalam hidupnya. 3. Selamat dari azab dan bahaya. 4. Dijamin masuk surga. 5. Dicintai oleh Allah Swt. dan rasul-Nya. Perilaku jujur bisa diterapkan dalam berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah, di rumah, maupun di lingkungan masyarakat di mana kita tinggal. Berikut ini cara menerapkan perilaku jujur. 1. Di sekolah, kita bisa meluruskan niat untuk menuntut ilmu, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh ibu bapak guru, tidak menyontek pekerjaan teman, melaksanakan piket sesuai jadwal, menaati peraturan yang berlaku di sekolah, berbicara secara benar baik kepada guru, teman ataupun orangorang yang ada di lingkungan sekolah. 2. Di rumah, kita bisa meluruskan niat untuk berbakti kepada orang tua, memberitakan hal yang benar. Contohnya saat meminta uang untuk kebutuhan suatu hal, tidak menutup-nutupi suatu masalah pada orang tua, tidak melebih-lebihkan sesuatu hanya untuk membuat orang tua senang. 3. Di masyarakat, kita bisa melakukan kejujuran dengan niat untuk membangun lingkungan yang baik, tenang, dan tenteram, tidak mengarang cerita yang membuat suasana di lingkungan tidak kondusif, tidak membuat gosip. Ketika diberi kepercayaan untuk melakukan sesuatu yang diamanahkan, harus dipenuhi dengan sungguh-sungguh, dan lain sebagainya. BAB 3 KEPEDULIAN UMAT ISLAM TERHADAP JENAZAH A. Perawatan Jenazah Apabila seseorang telah dinyatakan positif meninggal dunia, ada beberapa hal yang harus disegerakan dalam pengurusan jenazah oleh keluarganya, yaitu: memandikan, mengafani, menyalati dan menguburnya. Namun, sebelum mayat itu dimandikan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan terhadap kondisi jenazah, yaitu seperti berikut. 1. Pejamkanlah matanya dan mohonkanlah ampun kepada Allah Swt. atas segala dosanya. 2. Tutuplah seluruh badannya dengan kain sebagai penghormatan dan agar tidak kelihatan auratnya. 3. Ditempatkan di tempat yang aman dari jangkauan binatang. 4. Bagi keluarga dan sahabat-sahabat dekatnya tidak dilarang mencium si mayat. 1. Memandikan Jenazah Syarat-syarat wajib memandikan jenazah a. Jenazah itu orang Islam. b. Didapati tubuhnya walaupun sedikit. c. Bukan mati syahid (mati dalam peperangan untuk membela agama Islam seperti yang terjadi pada masa Nabi Muhammad saw.). Yang berhak memandikan jenazah a. Apabila jenazah itu laki-laki, yang memandikannya hendaklah laki-laki pula. Perempuan tidak boleh memandikan jenazah laki-laki, kecuali istri dan mahram-nya. b. Apabila jenazah itu perempuan, hendaklah dimandikan oleh perempuan pula, laki-laki tidak boleh memandikan kecuali suami atau mahram-nya. c. Apabila jenazah itu seorang istri, sementara suami dan mahram-nya ada semua, suami lebih berhak untuk memandikan istrinya. d. Apabila jenazah itu seorang suami, sementara istri dan mahram-nya ada semua, istri lebih berhak untuk memandikan suaminya. Kalau mayat anak laki-laki masih kecil, perempuan boleh memandikannya. Begitu juga kalau mayat anak perempuan masih kecil, laki-laki boleh memandikannya. Berikut ini tata cara memandikan jenazah a. Di tempat tertutup agar yang melihat hanya orang-orang yang memandikan dan yang mengurusnya saja. b. Mayat diletakkan di tempat yang tinggi seperti dipan. c. Dipakaikan kain basahan seperti sarung agar auratnya tidak terbuka. d. Mayat didudukkan atau disandarkan pada sesuatu, lantas disapu perutnya sambil ditekan pelan-pelan agar semua kotorannya keluar, lantas dibersihkan dengan tangan kirinya, dianjurkan mengenakan sarung tangan. Dalam hal ini boleh memakai wangi-wangian agar tidak terganggu bau kotoran si mayat. e. Setelah itu hendaklah mengganti sarung tangan untuk membersihkan mulut dan gigi si mayat. f. Membersihkan semua kotoran dan najis. g. Mewudhukan, setelah itu membasuh seluruh badannya. h. Disunahkan membasuh tiga sampai lima kali. Air untuk memandikan mayat sebaiknya dingin. Kecuali udara sangat dingin atau terdapat kotoran yang sulit dihilangkan, boleh menggunakan air hangat. 2. Mengafani Jenazah Pembelian kain kafan diambilkan dari uang si mayat sendiri. Apabila tidak ada, orang yang selama ini menghidupinya yang membelikan kain kafan. Jika ia tidak mampu, boleh diambilkan dari uang kas masjid, atau kas RT/RW, atau yang lainnya secara sah. Apabila tidak ada sama sekali, wajib atas orang muslim yang mampu untuk membiayainya. Kain kafan paling tidak satu lapis. Sebaiknya tiga lapis bagi mayat laki-laki dan lima lapis bagi mayat perempuan. Setiap satu lapis di antaranya merupakan kain basahan. Abu Salamah ra. menceritakan, bahwa ia pernah bertanya kepada ‘Aisyah ra. “Berapa lapiskah kain kafan Rasulullah saw.?” “Tiga lapis kain putih,” jawab Aisyah. (HR. Muslim). Cara membungkusnya adalah hamparkan kain kafan helai demi helai dengan menaburkan kapur barus pada tiap lapisnya. Kemudian, si mayat diletakkan di atasnya. Kedua tangannya dilipat di atas dada dengan tangan kanan di atas tangan kiri. Mengafaninya pun tidak boleh asal-asalan. “Apabila kalian mengafani mayat saudara kalian, kafanilah sebaik-baiknya.” 3. Menyalati Jenazah Orang yang meninggal dunia dalam keadaan Islam berhak untuk di-ṡalatkan. Sabda Rasulullah saw. “Ṡalatkanlah orang-orang yang telah mati.” (HR. Ibnu Majah). “Salatkanlah olehmu orang-orang yang mengucapkan: “Lailaaha Illallah.”(HR.Daruquṭni). Dengan demikian, jelaslah bahwa orangyangberhakdiṡalatiialahorang yang meninggal dunia dalam keadaan beriman kepada Allah Swt. Adapun orang yang telah murtad dilarang untuk disalati. syarat mayat yang disalati 1. suci, baik suci badan, tempat, dan pakaian. 2. sudah dimandikan dan dikafani. 3. jenazah sudah berada di depan orang yang menyalatkan atau sebelah kiblat. 4. Mengubur Jenazah Perihal mengubur jenazah ada beberapa penjelasan sebagai berikut. 1. Rasulullah saw. menganjurkan agar jenazah segera dikuburkan, sesuai sabdanya: 2. Sebaiknya menguburkan jenazah pada siang hari. Mengubur mayat pada malam hari diperbolehkan apabila dalam keadaan terpaksa seperti karena bau yang sangat menyengat meskipun sudah diberi wangi-wangian, atau karena sesuatu hal lain yang harus disegerakan untuk dikubur. 3. Anjuran meluaskan lubang kubur. Rasulullah saw. pernah mengantar jenazah sampai di kuburnya. Lalu, beliau duduk di tepi lubang kubur, dan bersabda, “Luaskanlah pada bagian kepala, dan luaskan juga pada bagian kakinya. Ada beberapa kurma baginya di surga.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud) 4. Boleh menguburkan dua tiga jenazah dalam satu liang kubur. Hal itu dilakukan sewaktu usai perang Uhud. Rasulullah saw. bersabda, “Galilah dan dalamkanlah. Baguskanlah dan masukkanlah dua atau tiga orang di dalam satu liang kubur. Dahulukanlah (masukkan lebih dulu) orang yang paling banyak hafal alQur’ān.” (HR. Nasai dan Tirmidzi dari Hisyam bin Amir ra.) 5. Bacaan meletakkan mayat dalam kubur. Apabila meletakkan mayat dalam kubur, Rasulullah saw. membaca: Dalam riwayat lain, Rasulullah saw. membaca: 6. Larangan memperindah kuburan. Jabir ra. menerangkan, “Rasulullah saw. melarang mengecat kuburan, duduk, dan membuat bangunan di atasnya.” (HR. Muslim) 7. Sebelum dikubur, ahli waris atau keluarga hendaklah bersedia menjadi penjamin atau menyelesaikan atas hutang-hutang si mayat jika ada, baik dari harta yang ditinggalkannya atau dari sumbangan keluarganya. Nabi Muhammad saw. bersabda: “Diri orang mu’min itu tergantung (tidak sampai ke hadirat Tuhan), karena hutangnya, sampai dibayar dahulu utangnya itu (oleh keluarganya).” (HR. Ahmad dan Tirmidzi dari Abu Hurairah ra.) B. Ta’ziyyah (Melayat) Ta’ziyyah atau melayat adalah mengunjungi orang yang sedang tertimpa musibah kematian salah seorang keluarganya dalam rangka menghibur atau memberi semangat. Para mu’azziy³n (orang laki-laki yang ber-ta’ziyyah) atau mu’azziyāt (orang perempuan yang ber-ta’ziyyah) hendaknya memberikan dorongan kekuatan mental atau menasihati agar orang yang tertimpa musibah tetap sabar dan tabah menghadapi musibah ini. Umayah ra. mengatakan bahwa anak perempuan Rasulullah saw. menyuruh seseorang untuk memanggil dan memberi tahu beliau bahwa anaknya dalam keadaan hampir mati. Lalu, beliau bersabda, “Kembalilah engkau kepadanya. Katakan bahwa segala yang diambil dan yang diberikan, bahkan apa pun yang ada di hadapan kita kepunyaan Allah. Dialah yang menentukan ajalnya, maka suruhlah ia sabar dan tunduk kepada perintah.” (HR. Bukhari Muslim) Adab (etika) orang ber-ta’ziyyah antara lain seperti berikut. 1. Menyampaikan doa untuk kebaikan dan ampunan terhadap orang yang meninggal serta kesabaran bagi orang yang ditinggal. 2. Hindarilah pembicaraan yang menambah sedih keluarga yang ditimpa musibah. 3. Hindarilah canda-tawa apalagi sampai terbahak-bahak. 4. Usahakan turut menyalati mayat dan turut mengantarkan ke pemakaman sampai selesai penguburan. 5. Membuatkan makanan bagi keluarga yang ditimpa musibah. Demikian diperintahkan Rasulullah saw. kepada keluarganya sewaktu keluarga Ja’far ditimpa kematian (HR. Lima Ahli Hadis kecuali Nasai). C. Ziarah Kubur Ziarah artinya berkunjung, kubur artinya kuburan. Ziarah kubur artinya berkunjung ke kuburan. Awalnya Rasulullah saw. melarang umat Islam untuk berziarah kubur karena dikhawatirkan akan melakukan sesuatu hal yang tidak baik, misalnya menangis di atas kuburan, bersedih, meratapi, bahkan yang lebih bahaya adalah mengultuskan mayat yang ada di kuburan. Akan tetapi, karena mengingat mati itu penting, dan di antara mengingat mati adalah ziarah kubur, Rasulullah saw. menganjurkan berziarah dengan tujuan untuk mengingat mati. Rasulullah saw. bersabda: Di antara hikmah dari ziarah kubur ini antara lain seperti berikut. 1. Mengingat kematian. 2. Dapat bersikap zuhud (menjauhkan diri dari sifat keduniawian). 3. Selalu ingin berbuat baik sebagai bekal kelak di alam kubur dan hari akhir. 4. Mendoakan si mayat yang muslim agar diampuni dosanya dan diberi kesejahteraan di akhirat. Adab atau etika berziarah kubur, yaitu: 1. Ketika mau berziarah, niatkan dengan ikhlas karena Allah Swt., tunduk hati dan merasa diawasi oleh Allah Swt. 2. Sesampai di pintu kuburan, ucapkan salam sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw.: 3. Tidak banyak bicara mengenai urusan dunia di atas kuburan. 4. Berdoa untuk ampunan dan kesejahteraan si mayat di alam barzah dan akhirat kelak. 5. Diusahakan tidak berjalan melangkahi kuburan atau menduduki nisan (tanda kuburan). Kita sebagai muslim harus peduli dengan orang lain, terutama yang berada di sekitar kita. Ketika ada orang yang meninggal atau musibah lainnya, selayaknya kita harus memperlihatkan perilaku-perilaku mulia antara lain seperti berikut. 1. Segera mengunjungi keluarga yang terkena musibah, mendoakan mayat, mengucapkan turut berduka kepada keluarga yang ditinggalkan. 2. Membantu persiapan pengurusan jenazah seperti memandikan, mengafani, menyalati, dan menguburkan. 3. Memberikan bantuan kepada keluarga korban untuk memperingan bebannya sesuai kemampuan kita. 4. Menghibur keluarga korban dengan ungkapan-ungkapan optimistis dan nasihat tentang kesabaran dan ketabahan. BAB 4 SAMPAIKAN DARIKU WALAU SATU AYAT A. Pengertian Khutbah, Tablig, dan Dakwah Makna khutbah, tablig, dan dakwah hampir sama, yaitu menyampaikan pesan kepada orang lain. Secara etimologi (lugawi/bahasa), makna ketiganya dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Khutbah berasal dari kata: bermakna memberi nasihat dalam kegiatan ibadah seperti; ṡalat (ṡalat Jumat, Idul Fitri, Idul Adha, Istisqo, Kusuf), wukuf, dan nikah. Menurut istilah, khutbah berarti kegiatan ceramah kepada sejumlah orang Islam dengan syarat dan rukun tertentu yang berkaitan langsung dengan keabsahan atau kesunahan ibadah. Misalnya khutbah Jumat untuk ṡalat Jum’at, khutbah nikah untuk kesunahan akad nikah. Khutbah diawali dengan hamdallah, salawat, wasiat taqwa, dan doa. 2. Tabligh berasal dari kata: yang berarti menyampaikan, memberitahukan dengan lisan. Menurut istilah, tablig adalah kegiatan menyampaikan ‘pesan’ Allah Swt. secara lisan kepada satu orang Islam atau lebih untuk diketahui dan diamalkan isinya. Misalnya, Rasulullah saw. memerintahkan kepada sahabat yang datang di majlisnya untuk menyampaikan suatu ayat kepada sahabat yang tidak hadir. Dalam pelaksanaan tablig, seorang mubaligh (yang menyampaikan tablig) biasanya menyampaikan tablig-nya dengan gaya dan retorika yang menarik. Ada pula sekarang istilah tabl³g akbar, yaitu kegiatan menyampaikan “pesan” Allah Swt. dalam jumlah pendengar yang cukup banyak. 3. Dakwah berasal dari kata: yang berarti memanggil, menyeru, mengajak pada sesuatu hal. Menurut istilah, dakwah adalah kegiatan mengajak orang lain, seseorang atau lebih ke jalan Allah Swt. secara lisan atau perbuatan. Di sini dikenal adanya da’wah billisān dan da’wah bilhāl. Kegiatan bukan hanya ceramah, tetapi juga aksi sosial yang nyata. Misalnya, santunan anak yatim, sumbangan untuk membangun fasilitas umum, dan lain sebagainya. B. Pentingnya Khutbah, Tablig, dan Dakwah 1. Pentingnya Khutbah Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa khutbah masuk pada aktivitas ibadah. Maka, khutbah tidak mungkin bisa ditinggalkan karena akan membatalkan rangkaian aktivitas ibadah. Contoh, apabila ṡalat Jumat tidak ada khutbahnya, ṡalat Jumat tidak sah. Apabila wukuf di Arafah tidak ada khutbahnya, wukufnya tidak sah. Sesungguhnya, khutbah merupakan kesempatan yang sangat besar untuk berdakwah dan membimbing manusia menuju ke-riḍa-an Allah Swt. Hal ini jika khutbah dimanfaatkan sebaik-baiknya, dengan menyampaikan materi yang dibutuhkan oleh hadirin menyangkut masalah kehidupannya, dengan ringkas, tidak panjang lebar, dan dengan cara yang menarik serta tidak membosankan. Khutbah memiliki kedudukan yang agung dalam syariat Islam sehingga sepantasnya seorang khatib melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Seorang khathib harus memahami aqidah yang ṡaḥ³hah (benar) sehingga dia tidak sesat dan menyesatkan orang lain. Seorang khatib seharusnya memahami fiqih sehingga mampu membimbing manusia dengan cahaya syariat menuju jalan yang lurus. Seorang khatib harus memperhatikan keadaan masyarakat, kemudian mengingatkan mereka dari penyimpangan-penyimpangan dan mendorong kepada ketaatan. Seorang khathib sepantasnya juga seorang yang ṡālih, mengamalkan ilmunya, tidak melanggar larangan sehingga akan memberikan pengaruh kebaikan kepada para pendengar. 2. Pentingnya Tablig Salah satu sifat wajib bagi rasul adalah tablig, yakni menyampaikan wahyu dari Allah Swt. kepada umatnya. Semasa Nabi Muhammad saw. masih hidup, seluruh waktunya dihabiskan untuk menyampaikan wahyu kepada umatnya. Setelah Rasulullah saw. wafat, kebiasaan ini dilanjutkan oleh para sahabatnya, para tabi’in (pengikutnya sahabat), dan tabi’it-tabi’in (pengikut pengikutnya sahabat). Setelah mereka semuanya tiada, siapakah yang akan meneruskan kebiasaan menyampaikan ajaran Islam kepada orang-orang sesudahnya? Kita sebagai siswa muslim punya tanggung jawab untuk meneruskan kebiasaan bertabligh tersebut. Banyak yang menyangka bahwa tugas tablig hanyalah tugas alim ulama saja. Hal itu tidak benar. Setiap orang yang mengetahui kemungkaran yang terjadi di hadapannya, ia wajib mencegahnya atau menghentikannya, baik dengan tangannya (kekuasaanya), mulutnya (nasihat), atau dengan hatinya (bahwa ia tidak ikut dalam kemungkaran tersebut). Seseorang tidak mesti menjadi ulama terlebih dulu. Siapa pun yang melihat kemungkaran terjadi di depan matanya, dan ia mampu menghentikannya, ia wajib menghentikannya. Bagi yang mengerti suatu permasalahan agama, ia mesti menyampaikannya kepada yang lain, siapa pun mereka. 3. Pentingnya Dakwah Salah satu kewajiban umat Islam adalah berdakwah. Sebagian ulama ada yang menyebut berdakwah itu hukumnya farḍu kifayah (kewajiban kolektif), sebagian lainnya menyatakan farḍu ain. Meski begitu, Rasulullah saw. tetap selalu mengajarkan agar seorang muslim selalu menyeru pada jalan kebaikan dengan cara-cara yang baik. Setiap dakwah hendaknya bertujuan untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat dan mendapat riḍa dari Allah Swt. Nabi Muhammad saw. mencontohkan dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan. Rasulullah saw. memulai dakwahnya kepada istri, keluarga, dan temanteman karibnya hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Di antara raja-raja yang mendapat surat atau risalah Rasulullah saw. adalah Kaisar Heraklius dari Byzantium, Mukaukis dari Mesir, Kisra dari Persia (Iran), dan Raja Najasyi dari Habasyah (Ethiopia). Ada beberapa metode dakwah yang bisa dilakukan seorang muslim menurut syariat. C. Ketentuan Khutbah, Tablig, dan Dakwah 1. Ketentuan Khutbah a. Syarat khatib 1) Islam 2) Ballig 3) Berakal sehat 4) Mengetahui ilmu agama b. Syarat dua khutbah 1) Khutbah dilaksanakan sesudah masuk waktu dhuhur 2) Khatib duduk di antara dua khutbah 3) Khutbah diucapkan dengan suara yang keras dan jelas 4) Tertib c. Rukun khutbah 1) Membaca hamdallah 2) Membaca syahadatain 3) Membaca shalawat 4) Berwasiat taqwa 5) Membaca ayat al-Qur’ān pada salah satu khutbah 6) Berdoa pada khutbah kedua d. Sunah khutbah 1) Khatib berdiri ketika khutbah 2) Mengawali khutbah dengan memberi salam 3) Khutbah hendaknya jelas, mudah dipahami, tidak terlalu panjang 4) Khatib menghadap jamaah ketika khutbah 5) Menertibkan rukun khutbah 6) Membaca surat al-Ikhlās ketika duduk di antara dua khutbah Keterangan: a. Pada prinsipnya ketentuan dan tata cara khutbah, baik ṡalat Jumat, Idul Fitri, Idul Adha, ṡalat khusuf, dan ṡalat khusuf sama. Perbedaannya terletak pada waktu pelaksanaannya, yaitu dilaksanakan setelah ṡalat dan diawali dengan takbir. b. Khutbah wukuf adalah khutbah yang dilaksanakan pada saat wukuf di Arafah. Khutbah wukuf salah satu rukun wukuf setelah melaksanakan ṡalat zuhur dan ashar di-qaṡar. Khutbah wukuf hampir sama dengan khutbah Jumat. Perbedaannya terletak pada waktu pelaksanaan, yakni dilaksanakan ketika wukuf di Arafah. 2. Ketentuan Tablig a. Syarat muballig 1) Islam, 2) Ballig, 3) Berakal, 4) Mendalami ajaran Islam. b. Etika dalam menyampaikan tabligh 1) Bersikap lemah lembut, tidak kasar, dan tidak merusak. 2) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. 3) Mengutamakan musyawarah dan berdiskusi untuk memperoleh kesepakatan bersama. 4) Materi dakwah yang disampaikan harus mempunyai dasar hukum yang kuat dan jelas sumbernya. 5) Menyampaikan dengan ikhlas dan sabar, sesuai dengan kondisi, psikologis dan sosiologis para pendengarnya atau penerimanya. 6) Tidak menghasut orang lain untuk bermusuhan, merusak, berselisih, dan mencari-cari kesalahan orang lain. 3. Ketentuan Dakwah Orang yang melaksanakan dakwah disebut da’i. Ada dua cara berdakwah, yaitu dengan lisan (da’wah billisān) dan dengan perbuatan (da’wah bilhāl). a. Syarat da’i 1) Islam, 2) Ballig, 3) Berakal, 4) Mendalami ajaran Islam. b. Etika dalam berdakwah: 1) Dakwah dilaksanakan dengan hikmah, yaitu ucapan yang jelas, tegas dan sikap yang bijaksana. 2) Dakwah dilakukan dengan mauiẓatul hasanah atau nasihat yang baik, yaitu cara persuasif (tanpa kekerasan) dan edukatif (memberikan pengajaran). 3) Dakwah dilaksanakan dengan memberi contoh yang baik (uswatun hasanah). 4) Dakwah dilakukan dengan mujādalah, yaitu diskusi atau tukar pikiran yang berjalan secara dinamis dan santun serta menghargai pendapat orang lain. Kita sebagai umat Islam harus bisa mengaplikasikan nilai-nilai khutbah, tablig, dan dakwah di mana saja berada. Cara untuk mewujudkan perilaku-perilaku tersebut antara lain sebagai berikut. 1. Ketika melaksanakan ṡalat Jumat, hendaklah mengamati dan menyimak khutbah yang disampaikan khātib. Bagaimana etikanya, bacaan-bacaan yang dibacanya, serta urutannya. Dengan memperhatikan khatib secara utuh diharapkan suatu saat nanti bisa tampil sebagai khatib pada waktu ṡalat Jumat. 2. Ketika melihat kemungkaran di sekitar kita (contohnya pacaran, mencuri, tawuran, menyontek, dan lain sebagainya), kita harus mencegahnya dengan memberikan alasan yang logis, baik atas dasar agama maupun sosial dan yang lainnya. Cara mencegahnya dengan tangan (kekuasaan), apabila tidak mampu, dengan lisan; apabila tidak mampu cukup dalam hati saja bahwa kita tidak ikut berbuat yang dilarang. 3. Ketika melihat sesuatu yang baik (baik menurut agama maupun masyarakat), mencontohlah. Dimulai dari diri sendiri, dari yang terkecil, dan dari sekarang. Tidak boleh ditunda-tunda. 4. Melibatkan diri secara aktif pada kegiatan-kegiatan keagamaan seperti: peringatan hari besar Islam (Maūlid Nabi Muhammad saw., Isrā’ Mi’rāj, Nuzulul Qur’ān, dan lain-lain) baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat. 5. Memprakarsai kegiatan dakwah Islam di sekolah, remaja masjid, karang taruna, dakwah kampus, dan lain sebagainya. \ Dalam berdakwah minimal ada dua cara, yaitu dakwah dengan lisan (da’wah billisān) dan dakwah dengan perbuatan (da’wah bilhāl). Dakwah billisan artinya dakwah yang dilakukan dengan berkata-kata, ceramah, tabl³g akbar, dan sebagainya. Dakwah bilhal artinya dakwah yang dilakukan dengan berbuat, seperti menyantuni fakir miskin, yatim piatu, menyumbang untuk fasilitas sosial, dan sebagainya.

Tugas praktikum 1 kelas X

Materi tugas dapat dilihat pada link berikut https://docs.google.com/document/d/14TNsNSDX2yrJZzbh3MfyWFtRt2ki0h5pFOOQUzv_5Ww/edit?usp=drives...